Rabu, 26 September 2018

Salahkah Jika Kita Mencintai Indonesia?

SALAHKAH JIKA KITA MENCINTAI INDONESIA?
Oleh: Anisa V. Ala’yun

Aku dilahirkan disuatu tempat dimana aku sangat bersyukur menjadi bagian didalamnya. Suatu tempat yang memiliki banyak pulau dan lautan namun diikat menjadi satu kesatuan bernama negara. Orang menyebutnya “Indonesia”. Diwaktu kecil, bapak pernah mencoret-coret dinding-dinding kamarku hingga penuh,jujur saja dahulu aku geleng-geleng dengan apa yang dilakukan beliau. Aku masih belum mengerti,kenapa tidak dicat saja dengan warna pink dan ditempel stiker atau lukisan barbie yang unyu? Kenapa harus berupa tulisan-tulisan bak sebuah buku yang disalin ditembok-tembok kamarku? Alasannya agar setiap hari terbaca,bukan sengaja untuk dibaca tapi ‘terbaca’. Tiap mau tidur hingga bangunku otomatis mata akan tertuju dengan coretan-coretan tangannya. Mulai dari rukun islam,rukun iman,hingga pengetahuan-pengetahuan umum yang wajib diketahui pada saat itu. Seingatku,ada beberapa nilai-nilai kebangsaan sengaja beliau tulis dan kini semuanya sudah lenyap terlapisi cat,hehe. Seperti ideologi negara (Pancasila), bendera kebangsaan (Merah Putih),simbol kebangsaan (Burung Garuda), hingga semboyan kita (Bhinneka Tunggal Ika).
Berbicara mengenai Bhinneka Tunggal Ika, tentu bangsa Indonesia sewajarnya sudah tahu apa makna dari istilah yang diambil dari bahasa Sansekerta tersebut. Artinya,berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Sebuah karya sastra agama jawa kuno karangan Mpu Tantular, seorang pujangga abad ke-14 di kerajaan Majapahit yang tersoho pada zamannya. Secara tidak sadar pun, sejatinya semboyan tersebut telah mendarah daging dalam tubuh bangsa ini. Tidak dapat dipungkiri,dari Sabang sampai Merauke nampak cetho welo-welo dengan segala kekayaan budaya yang bermacam-macam warnanya. Harus diakui,negara ini memang sangat heterogen. Sehingga mau tidak mau,kita wajib untuk memiliki sifat toleransi atau menghargai sesama. Toleransi disini memiliki makna karakter seseorang yang membiarkan dan tidak mengganggu orang yang berbeda “selama tidak membahayakan atau mengancam NKRI”. Lawan dari toleransi sendiri adalah intoleransi, yaitu sikap tidak suka kepada orang yang berbeda dan menganggap perbedaan sebagai hambatan. Sikap inilah yang perlu diberantas,pasalnya berawal dari intoleransi,akan berkembang menjadi,radikalisme (sikap merasa paling benar,membenci perbedaan hingga diskriminatid terhadap yang berbeda) dan yang yang paling mengerikan yaitu berujung pada ekstrimisme kekerasan (menganggap orang diluar kelompoknya layak dimusnahkan meski harus dengan cara kekerasan).
Sungguh miris dengan sikap-sikap yang sepertinya sering kita jumpai tiap harinya,tak perlu jauh-jauh,cukup dengan melihat lingkungan disekitar kita saja. Contoh saja,muncul ide gila dari beberapa oknum yang ingin sekali mewujudkan negara ini menggunakan sistem khilafah.Suatu negara yang diterapkan harus sesuai dengan syariat-syariat Islam. Mereka beranggapan,dengan menggunakan sistem tersebut Indonesia akan menjadi lebih baik dan terbebas dari segala ke thogutannya. Mengapa saya bilang gila? Karena mereka secara terang-terangan mengujar kebencian dan provokasi yang menyebar cepat di berbagai jejaring sosial. Tak segan-segan konten yang diterbitkan pun kebanyakan hoax dan mengandung unsur hate speech. Terutama menyerang pemerintah yang secara sah telah terpilih melalui pemilu yang demokrasi. Mulai dari hal kecil, seperti melarang upacara bendera karena dianggap thogut, menilai bahwa pancasila itu hanyalah buatan manusia yang tidak relevan untuk diterapkan hingga terang-terangan mengklaim bahwa negara yang murni dilakukan dengan syariat Islam lah yang paing baik. Aku pun beragama Islam,melalui tulisan ini bukannya aku tidak suka dengan penerapan-penerapan syariat Islam. Akan tetapi melihat konteks yang terjadi dilapangan,itu sangat tidak relevan untuk diterapkan. Kembali lagi,mengingat bahwa negara ini adalah negara yang sangat plural mulai dari suku hingga keyakinannya. Betapa
dangkalnya,bila memaksakan suatu sistem diterapkan disebuah negara yang sangat-sangat heteerogen sekali lagi.Bahkan perjuangan meraih kemerdekaan ini pun dahulu dilakukan bersama-sama oleh para leluhur,dengan semangat membara berharap anak cucunya merasakan merdeka (aku merinding nulisnya,bulu kuduk di leher serasa berdiri ☹). Hingga lahir juga Sumpah Pemuda padatanggal 28 Oktober 1928 yang ecara gamblang menyeru untuk tetap bersatu atas nama bangsa Indonesia. Entah dimana hati nurani mereka,hingga berpikir secara praktis dan tidak komprehensif.
Wahai orang-orang yang menthogut-thogutkan Pancasilaku,Sang Saka Merah Putihku,dan mengkafir-kafirkan saudara sebangsaku.Aku ingin bertanya padamu.Salahkah jika kita mencintai Indonesia? Sungguh,aku lebih percaya dawuh kyaiku (Ulama NU), Kyai Hasyim Asy’ari. Bahwa Hubbul wathan minal iman yang artinya mencintai tanah air sebagian dari iman.

Rabu, 12 September 2018

Hayuk Main Yuk: Selama Tidak Menentang Ideologi Negara, Aku "Respect" Sama Kamu

Anisa V. Ala'yun- Sudah sewajarnya kita sebagai generasi bangsa Indonesia fokus dalam menghadapi permasalahan dinegeri ini yang bersifat menghambat kemajuan NKRI. Pasalnya akhir2 ini hal yang sering menjadi perbincangan hangat dan kontroversial adalah tentang agama atau believe. Tidak dapat dipungkiri memang agama adalah sesuatu yang terdengar sensitif bagi warga negara Indonesia, mengingat bahwa sudah semestinya warga Indonesia percaya kepada Tuhan, sesuai dengan sila pertama Pancasila yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa". Diriku sendiri dari background keluarga Nahdliyyin namun bersekolah di perguruan tinggi milik Muhammadiyah. Hal itu ternyata membuatku lumayan tercerahkan akan pentingnya bersikap menghargai sesama demi terciptanya kedamaian. Jika selama ini kita saling menghina salah satu kelompok karena perbedaan keyakinan, hal itu seakan lenyap ketika aku telah terjun dalam realita sebenarnya. Walaupun terkadang beberapa teman disekitarku mengkritik tentang pemahamanku dalam beribadah, namun hal itu tak akan melemahkan prinsipku, aku tetap menghargai mereka yang berusaha mengkritikku. Menjelaskan kepada mereka tidak boleh dengan suasana dikuasai emosi, karena akan timbul perselisihan padahal sebelumnya berhubungan baik sekali. Aku tidak mau hal itu terjadi. Jadi caraku yaitu dengan mengikuti apa kegiatan-kegiatan mereka seperti melakukan aksi sosial dll. Selama kita memiliki pondasi atau prinsip yang kuat, tidak perlu takut akan terpengaruh dengan keyakinan mereka. Semua itu kembali kepada diri kita kok, ambil positifnya, abaikan yang tak sependapat dengan diri kita selama tak membahayakan. Disanalah aku akrab dengan mereka, seiring berjalannya waktu karena mereka merasa tidak terusik denganku yang berbeda pemahaman, justru disitulah mereka berhenti mengkritik segala ibadah yang dulunya dianggap berbeda oleh mereka. Akupun juga akan menjelaskan alasannya jika mereka mau bertanya alasannya, asalkan tidak bertanya dalam keadaan kesal. Sesungguhnya yang perlu diberantas adalah pengaruh radikalisme dan pemikiran wahabi takfiri yang jelas-jelas tampak merusak kesatuan NKRI. Tentu saja sebagai mahasiswa muslim saya perlu berhati-hati. Bapak saya pernah berkata jika yang menjadi sasaran empuk para pencuci otak penyebar radikalisme adalah mahasiswa-mahasiswa yang tidak kritis alias diberitahu langsung iya iya aja. Begitupun wahabi takfiri, yang gemar sekali mengkafir-kafirkan dan membid'ah-bid'ahkan sesamanya tanpa mendalami ilmunya. Hal ini justru yang perlu dihilangkan dari NKRI. Jikalau mereka tetap bersarang dan nantinya akan terus berkembang, hal itu akan membuat Indonesia semakin tertinggal, pasalnya mereka sangat ahli dalam hal menggoreng-goreng issu dan memiliki back up yang lumayan kuat untuk menyebarkannya. Disitulah saya berfikir, lha kok kita dibuat ngerumit dengan hal kaya gini ya, lagi-lagi pakai agama. Hah? Di rohingya hingga suriah lagi-lagi menyoal agama. Jangan-jangan Indonesia bla bla bla. Aku sempat bertanya-tanya, adakah dalang dibalik ini semua? Yang membuat bangsa Indonesia sibuk dengan keyakinannya yang berbeda-beda. Padahal masih banyak PR kita untuk menjadi negara yang lebih maju dan beradab. Seperti memajukan perekonomian Indonesia, meningkatkan mutu pendidikan hingga membersihkan politik-politik kotor seperti KKN dan sebagainya. Cukuplah kita yang NU ngaji aja dengan kyai NU, Muhammadiyah ya ngajinya di Muhammadiyah. Jangan sekali-kali ikut pengajian yang gak jelas dan cenderung memecah belah umat. Toleransi itu penting guys, tidak cuma Islam saja, namun juga agama lainnya yang ada di Indonesia ini. Jika toleransinya sudah pintar dan berhasil, in syaa Allah kita bisa menjadikan Indonesia negara maju melalui berbagai sektor atau bidang. Warga Indonesia harus cerdas bersikap dan kompak menjaga kesatuan dan persatuan! Tanamkan jiwa bela negara sejak dini. Jangan malas baca buku.

Minggu, 09 September 2018

Percayalah, Karena Hidup Itu Nggak Asyik Kalau Cuma Satu Warna

Pernahkan kalian mendengar suatu negara yang bernama "Rwanda"? Ya, Rwanda adalah suatu negara kecil yang berada di wilayah Afrika Tengah. Sebuah negara dengan ciri khas musik reggae yang sempat membuming juga ditanah air beberapa tahun yang lalu. Namun tahukah kalian suatu tragedi memilukan yang terjadi dinegara tersebut? Tragedi ini bahkan menjadi fenomena pembersihan etnis terparah sejak berakhirnya perang Dunia II. Awal mulanya, di Rwanda terdapat dua suku yang cukup berpengaruh di negaranya yaitu suku Tutsi dan Hutu. Pada masa kepemimpinan Presiden Juneval Habyarimana dari suku Hutu, muncul beberapa ekstrimia Hutu yang tidak sependapat dengan pemikiran presiden Habyarimana yang cenderung moderat dan ingin merangkul semua suku yang ada di Rwanda. Pasalnya penjajahan Belgia meninggalkan mindset status sosial berdasarkan suku di negeri Rwanda. Dimana suku Tutsi selalu dianggap lebih tinggi derajatnya dibandingkan suku Hutu, meski suku Hutu adalah suku mayoritas di negara tersebut. Faktor kecemburuan dan kekhawatiran yang kelewatan inilah menjadi penyebab dimana muncul para ekstrimis Hutu yang ingin menjadikan negara Rwanda identik dengan satu suku. Apalagi ketika Presiden Habyarimana yang berpandangan moderat justru memilih perdana menteri yang berasal dari suku Tutsi. Hal tersebut semakin membuat para ekstrimis merasa geram dan akhirnya memberontak. Ironinya, terjadi kecelakaan pada pesawat yang ditumpangi presiden Habyarimana hingga menyebabkan sang presiden meninggal dunia. Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh kaum ekstrimis untuk membuat propaganda dan menyebarkan hoax melalui media sosial. Pada zaman itu, radio menjadi favorit warga Rwanda dalam mendengarkan berita-berita terkini. Kelompok militan Hutu lalu menghimbau seluruh warga Hutu untuk mempersenjatai diri mereka dengan menggunakan senjata tajam apapun untuk membunuh hingga memperkosa siapapun yang bersuku Tutsi. Himbauan tersebut sontak menyebar dengan cepatnya melalui radio-radio kesayangan warga Hutu yang biasanya digunakan untuk mendengarkan musik-musik reggae hingga berita. Terjadilah pembantaian massal besar-besaran pada saat itu. Negara Rwanda hancur hanya karena segelintir orang yang menebar hoax dan mengadu domba rakyat dan pemerintahannya. Dari cerita diatas, penulis merasa bahwa bangsa Indonesia perlu belajar banyak tentang dampak dari bahayanya "monster HOAX" dari Tragedi Rwanda 2004 atas dasar keprihatinan memantau berita-berita yang bertebaran setiap harinya. Sungguh ironi ketika ada beberapa kelompok yang sengaja menyuguhkan berita hoax dan bertujuan untuk memecah belah NKRI. Mulai dari provokasi untuk membenci pemimpinnya sendiri hingga isu-isu tidak berpendidikan mengenai antek Cina dan PKI yang tidak memiliki bukti yang valid sama sekali. Tak tanggung-tanggung, isu SARA pun digunakan untuk menggoreng suatu berita dan itupun cukup berpengaruh bagi para netizen yang mudah terprovokasi. Tulisan ini hanya sebagai ajakan untuk para pembaca agar mau berpikir terbuka dan berlapang dada dengan pluralitas yang ada dinegara ini. Para pahlawan telah mati-matian memperjuangkan kemerdekaan kita. Sudah menjadi tanggungjawab kita semua untuk mempertahankan kesatuan negara ini, lupakan ego masing-masing. Percayalah, Indonesia adalah negara yang Indah dengan kebhinekaannya. Beragam namun diikat dalam satu kesatuan. Kita adalah bangsa yang kaya gaes. Karena hidup itu gak asyik kalau cuma satu warna. Ya gak sih? Cintai Pancasila Hormati Bhinneka Tunggal Ika Salam Damai untuk kita semua! Ditulis oleh Anisa V. Ala'yun

Rabu, 28 Februari 2018

Bersatu Dalam Perbedaan Sebagai Optimisme Persatuan NKRI

Bersatu Dalam Perbedaan Sebagai Optimisme Persatuan NKRI

Oleh: Anisa V. Ala'yun

          Indonesia merupakan suatu  negara kesatuan yang terdiri dari berbagai pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Tentu saja dari setiap pulau di Indonesia pun memiliki ciri khas tersendiri yang mau tidak mau harus diterima oleh bangsa Indonesia. Dalam urusan kepemerintahannya pun telah diatur didalam undang-undang  yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Hal tersebut menuntut kesediaan masyarakat dari tiap-tiap daerah untuk menoleransi keputusan bersama. Seperti apa yang tekandung didalam sila ke-3 dan ke-4 Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia” dan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Semua itu dilakukan  demi terwujudnya tujuan Indonesia yang dituliskan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.
            Kita dapat melihat apa yang terjadi pada Indonesia hari ini, tentu juga hal itu menimbulkan  munculnya prediksi-prediksi kita tentang seperti apakah Indonesia kedepannya. Terdapat dua sudut pandang dalam melihat kondisi Indonesia hari ini dan kedepannya, yaitu secara geopolitik dan geostrategi. Geopolitik sendiri merupakan serangkaian peraturan berupa kebijakan yang terbentuk atas aspirasi nasional geografik (wilayah dalam arti luas) yang bila dilaksanakan akan berdampak pada sistem politik suatu negara. Marilah kita renungkan, Indonesia yang terdiri dari berbagai macam pulau yang tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda antara satu dan lainnya masih tetap utuh sampai hari ini. Tentu hal tersebut seharusnya menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Mungkin hari ini Indonesia masih utuh, namun bukan berarti ia akan tetap utuh dimasa yang akan datang. Bangsa Indonesia sendirilah yang menentukan akan menjadi seperti apa negaranya ini. Ironi memang, ketika suatu negara memiliki ideologi yang berusaha untuk mempersatukan ketahanan nasionalnya perlahan luntur dan terabaikan seiring dengan perkembangan zaman. Apa yang ditelurkan dalam ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila pada kenyataannya belum terealisasi seperti apa yang diharapkan. Ketika negara ini diuji oleh perbedaan, seolah egoisme menjadi bumerang bagi ketahanan NKRI. Apa yang terlintas didalam pikiran kita ketika melihat siaran berita perang antar suku di Indonesia? Sungguh sulit menentukan apakah kita yang terbawa suasana atau mungkin apa yang mereka lakukan itu memang hak mereka dan hanya mereka yang tahu mengapa harus melakukan hal tersebut. Namun ketika dilihat dari segi kesatuan dan persatuan Indonesia, hal tersebut sungguh memprihatinkan. Lalu apa gunanya Pancasila, UUD 1945 pun semboyan “Bhinneka Tunggal Ika?” Begitu pula masalah kontroversial yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik perihal masalah perbedaan agama. Mulai dari kasus penistaan agama, pembakaran tempat-tempat peribadahan, munculnya issu-issu yang menimbulkan perselisihan di media sosial hingga keinginan untuk mengubah sistem pemerintahan di Indonesia. Hal-hal tersebut merupakan ujian berat bagi Indonesia, apakah akan tetap bertahan atau malah hancur karena bangsanya sendiri. Bung Hatta pernah berkata, “ Jatuh bangunnya negara ini sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.” Kata-kata yang sangat bermakna dan patut menjadi renungan bagi kita bangsa Indonesia. Ketika kita telah meyakini bahwa kita adalah bangsa Indonesia, mengapa masih menempatkan ego diatas persatuan? Bukankah kita tahu  setiap individu diciptakan oleh Tuhan berbeda-beda? Sulit memaksakan kehendak satu dan lainnya harus sama dan sejalan. Namun kita dapat meminimalisir perbedaan itu dengan adanya toleransi yang akan mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan Indonesia. Intervensi dari luar memang selalu menjadi ancaman bagi suatu negara. Namun keberhasilan dalam membentengi diri ada ditangan rakyat Indonesia sendiri.
            Ketika suatu negara telah terbawa arus globalisasi,pengaruh-pengaruh luar tidak dapat terbendung, negara akan lupa dengan tujuan ia didirikan. Apabila Indonesia masih berkutat dan fokus dengan perbedaannya, kapan Indonesia menjadi negara maju? Padahal untuk menjadi negara maju diperlukan kerjasama yang baik didalamnya. Masa depan Indonesia mungkin akan menjadi suram bahkan hancur ketika bangsanya sendiri tidak mau solid dan bersatu. Jangan pernah melupakan sejarah. Belajarlah dari kehancuran kerajaan di Nusantara yang telah hancur akibat perang saudara. Jangan sampai Indonesia kedepannya mengalami hal serupa. Karena faktor internal dalam permasalahan lebih berbahaya daripadi faktor eksternal suatu negara.
            Itulah mengapa kita sebagai rakyat Indonesia dirasa perlu untuk memiliki wawasan nusantara. Dengan demikian, kita tahu bagaimana harus bersikap di negara yang penuh dengan perbedaan ini. Penanaman jiwa bela negara dan cinta tanah air harus dilakukan oleh rakyat Indonesia sejak dini. Sekolah-sekolah pun harus  menggerakkan penanaman jiwa bela negara pada seluruh peserta didiknya. Mengingat banyak terjadi tawuran antar pelajar yang sering terjadi antar sekolah. Hal itu memungkinkan akan terus berlanjut pada kehidupan peserta didik kedepannya apabila tidak dikenalkan kecintaan tanah air sejak usia dini. Selain lembaga pendidikan, keluarga merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat membantu perubahan Indonesia dalam mempertahankan ketahanan nasional. Ketika seorang anak yang baru lahir kemudian dibesarkan dan dirawat oleh sebuah keluarga yang menanamkan jiwa bela negara dan juga cinta terhadap tanah air, dimungkinkan akan mewujudkan keberhasilan Indonesia dalam menyikapi perbedaan. Apabila Indonesia berhasil membuktikan kepada dunia dan dapat membentengi ketahanan nasionalnya, maka geostrategi yang merupakan tindak lanjut dari geopolitik Indonesia dapat dibilang sukses dalam pelaksanaannya.